budaya...

Posted by Diposting oleh bLAck sUnShinE On 12.18

Perpustakaan Pusat UI >> UI - Laporan Penelitian
Citra Semar dalam Peta Sosial. Politik, dan Budaya Indonesia Masa
Kini:


Kajian atas Novel Semar Mencari Raga karya Sindhunata


dan Drama Semar Gugat karya N. Riantiarno


M. Yoesoef
Deskripsi Dokumen: http://152.118.80.2/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=76378&lokasi=lokal
------------------------------------------------------------------------------------------
Abstrak
Masyarakat Indonesia yang sedang membangun dan mengembangkan diri menjadi masyarakat modern
dalam beberapa hat tidak melepaskan dirinya dari simbol-simbol dan idiom-idiom budaya. Pemanfaatan
simbol dan idiom budaya dalam kehidupan modern cenderung dijadikan sebagai pengikat (hook) keterkaitan
mereka dengan dunia masa lalu (nenek moyang) sebagai salah satu jati diri bangsa. Selain itu, simbol dan
idiom budaya merupakan kekayaan budaya yang efektif untuk dipakai sebagai mnemonic terutama yang
berkaitan dengan nilai moralnya.
Salah satu simbol atau idiom budaya yang kerap dipakai dalam upaya membangun manusia Indonesia
adalah kesenian wayang purwa. Kesenian yang sarat dengan ajaran dan nilai-nilai luhur ini merupakan
sarana multidimensional yang dapat dikatakan lengkap. Karakter tokoh-tokoh pewayangan merupakan satu
simbolisasi dari watak manusia, cerita-cerita wayang merupakan pesan keteladanan untuk dihayati oleh
masyarakat.
Pemanfaatan tokoh wayang pun ternyata tidak terbatas di daiam rangkaian ceritanya saja, tetapi ada
kecenderungan pemanfaatan tokoh-tokoh wayang di luar cerita yang dipakai secara khusus oleh masyarakat
untuk menghadirkan citra tertentu. Tokoh Semar, misalnya, muncut secara mandiri, yakni hadir sebagai
merek dagang (batik Semar), sebagai jenis makanan khas Solo (semar mendem), sebagai akronim yang
bersifat politis (supersemar), sebagai tempat menyimpan uang (celengan semar), bahkan sebagai ilmu
pemikat wanita (semar mesem). Tokoh mistis ini kerap pula hadir dalam cerita-cerita mutakhir dalam bentuk
novel atau drama, seperti yang dikaji dalam penelitian ini.
Kepopuleran tokoh Semar sebagai sebuah wacana tradisional tidak dapat diragukan lagi, karena pada tokoh
ini tergambar suatu citra manusia-dewa yang menjadi representasi dari rakyat jelata, perpaduan dunia laki-
laki dan wanita, kearifan manusia, pembimbing moral para ksatria, dan lain sebagainya. Namun, citra yang
demikian itu lambat laun menjadi terkontaminasi akibat dari kepopulerannya itu. Artinya, kemunculan
Semar tidak terbatas lagi pada kerangka wayang purwa, tetapi juga di dalam kehidupan modern sebagai
simbol budaya modern. Pada keadaannya yang demikian, citra Semar tidak lagi utuh tetapi sudahPage 2

mengalami perubahan makna sesuai dengan bentuk barang yang diperjualbelikan itu.
Dengan demikian, telah terjadi massifikasi, proses pemassalan pada tokoh ini.
Dalam kaitan itulah, penelitian ini dilakukan, yaitu mengenai tokoh Semar yang telah mengalami
massifikasi seperti yang tampak dari karya Sindhunata dan N. Rtiantiarno. Kedua karya tersebut sama-sama
menampilkan tokoh Semar yang kehilangan identitas diri sebagai akibat dari perubahan citra dirinya di
masyarakat, Sementara itu, satu karya lakon carangan Semar Mbabar Jatidiri karya Tim Delapan PEPADI
Pusat menampilkan citra Semar yang sesuai dengan konvensi budaya, yakni sebagai pembimbing dan
pengayom.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah dalam dua cerita Semar., Semar Mencari Raga dan
Semar Gugat, digambarkan tokoh Semar yang dekaden. Ia kehilangan dan mempertanyakan jatidirinya.
Massifikasi tokoh ini sebagai dampak dari popularitasnya di masyarakat. Dalam Semar Mencari Raga,
Semar tidak ubahnya seperti botol yang dapat diisi oleh cairan apa saja. Hal itu berkaitan dengan raga Semar
yang ditempati oleh roh-roh lain, sehingga begitu banyak wajah Semar. Kaitannya dengan masyarakat
Indonesia saat ini, banyaknya wajah Semar (tokoh ini mewakili identitas rakyat jelata yang dekat dengan
kesengsaraan sosial) di masyarakat identik dengan banyaknya kesengsaraan yang merebak. Dalam Semar
Gugat, tokoh ini meminta keadilan atas perilaku ksatria yang menjadi momongannya, Arjuna. Arjuna telah
memotong kuncung Semar --salah satu identitas diri Semar-- sehingga Semar merasa terhina dan peristiwa
itu merupakan salah satu wujud simbolik dari kesewenang-wenangan para penguasa terhadap rakyat jelata.
Pada Semar Mbahar Jatidiri, tokoh Semar hadir secara utuh dan membeberkan bagaimana mengamalkan dan
menghayati Pancasila. Lakon ini sarat denngan pesan-pesan politik pemerintah.
Mitologi wayang dalam pembangunan budya, sosial, dan politik Indonesia tetap menjadi acuan pokok
pemerintah Orde Baru. Hal itu disebabkan oleh kuatnya penghayatan elite politik kita (pemerintah) terhadap
budaya Jawa.
Seringnya simbol dan idiom budaya dipakai dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan berkurangnya
makna simbolik dari simbol atau idiom tersebut. Massifikasi atas simbol dan idiom budaya tersebut
merupakan salah satu akibat dari pengeksposan secara besar-besaran simbol atau idiom itu di masyarakat.
Masyarakat tidak mempunyai jarak lagi dengan simbol dan idiom itu. Akibat lainnya, citra simbol atau
idiom itu tidak bermakna lagi seperti seharusnya